Tak terasa butiran bening jatuh membasahi kedua pipiku. Aku baru menyadari bahwa semua yang terjadi adalah hasil perbuatanku di masa lalu. Bahwa sejatinya manusia haruslah menjaga setiap perilaku dan tuturkatanya. Karena ucapan adalah doa. Tapi semua sudah terjadi. Aku kini hanya bisa merenungi semua ini.

Aku orangnya memang temperamental. Suka ngomong ceplas-ceplos tanpa pikir panjang. Seandainya dulu aku lebih bisa berfikir jernih...

Seandainya aku dulu mau berhati hati.. Seandainya aku dulu bisa lebih sabar dan mau mendengar nasehat ibuku. Mungkin hari ini aku tak akan menuai rasa sesal seperti ini.

Dulu aku memang suka ngomong sembarangan. Tanpa berfikir seandainya omonganku ini terjadi celakalah aku. Suatua hari kakakku bilang,

"Semoga Dik Nia kelak dapat jodoh yang terbaik. "

Bukannya aku mengamini doa kakakku ini tapi aku menjawabnya: "aku malah ingin dapat suami duda, tuaan dikit juga ndak apa apa. Sudah punya anak banyak juga malah oke" itulah selalu jawabanku.

Dan kini yang terjadi persis dengan apa yang pernah aku ucapkan. “Dilalah kersane Allah”, aku jatuh cinta kepada seorang duda. Punya anak dua yang kini sudah kuliah..... Sungguh ajaib juga. Padahal kakaku juga pernah kenalkan aku dengan seorang perjaka. Tampan juga.. tapi hatiku tidak “ngeh” sama sekali.

Tidak itu saja. Sampai saat inipun di usia pernikahanku yang ke 20 tahun aku belum dikaruniai anak hasil dari buah cinta kami. Saat aku merenungi nasibku ini, aku sering teringat kata-kata Patkai (dalam cerita sebuah film Cina)... "inilah cinta deritanya tiada berakhir ……"

Di kala orang lain bisa menimang anak, bisa bercengkerama dengan si buah hati.. atau bahkan ada yang sudah punya cucu, tapi aku hanya boleh puas dengan keadaanku sekarang. Membiayai kuliah anak-anak tiriku. Mencoba mencintai dengan segenap jiwa raga. Berharap nanti akan merawatku di hari tua.

Kini usiaku memang sudah tidak mungkin hamil. Harapanku hanyalah bergantung pada mereka berdua. Kasih sayang yang kuberikan semoga menjadi investasiku di hari tua. Kini yang Sulung,cewek sudah lulus S1 dan yang adiknya, cowok masih kuliah.

Memang tidak bisa dipungkiri lagi bahwa pengalaman adalah guru yang paling baik. Dari semua kenyataan yang kualami ini ada baiknya menjadi renungan bagi para pembaca yang budiman.

Istanaku, 18 September 2019